Selasa, 23 Februari 2021

Tugas Pendidik di Era Modern

 

    Kalau kita analogikan dengan mentransfer uang, maka jumlah uang yang dimiliki oleh seseorang akan menjadi berkurang bahkan hilang setelah ditransfer pada orang lain. Karena itu kata menstransfer dalam konteks ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan, seperti menyebarluaskan atau memindahkan api. Ketika api dipindahkan atau disebarluaskan, maka api itu tidaklah menjadi kecil akan tetapi semakin membesar. Untuk proses mengajar, sebagai proses menyampaikan pengetahuan akan lebih tepat jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan smith dalam Saylor dkk, bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge or skill). Menurut kajian Nasution, terdapat dua pengertian mangajar atau pengajaran. Pertama, mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada peserta didik, dengan tujuan agar pengetahuan tersebut dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Mengajar tipe ini dianggap berhasil apabila peserta didik mampu menguasai pengetahuan yang ditransfer oleh pendidik sebanyak-banyaknya. kedua, mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada pesrta didik. Definisi yang kedua ini intinya sama dengan definisi yang pertama yang hanya menekankan pada keaktifan pendidik sedangkan peseta didik hanya pasif. Jadi intinya definisi pengajaran adalah proses transfer knowledge yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik.

      Pada era modern ini, perspektif mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Hal tersebut dikarenakan tiga alasan penting. Alasan inilah yang kemudian menuntut perlu terjadinya perubahan paradigm mengajar dari mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai proses mengatur lingkungan. Alasan pertama, peserta didik bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi mereka adalah oranisme yang sedang berkembang. Agar dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itulah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi yang memungkinkan setiap peserta didik dapat dengan mudah mendapatkan berbagai informasi, tugas dan tanggung jawab guru bukan semakin sempit akan tetapi justru semakin kompleks. Guru bukan saja dituntut untuk lebih aktif mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga harus mampu menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjukan pada peserta didik informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan peserta didik. Guru harus menjaga peserta didik agar tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang dapat menyesatkan dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, supaya mampu mengembangkan potensi dengan baik dan benar. Karena itulah, kemajuan teknologi menuntut perubahan peran guru. Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumbe belajar yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan peserta didik itu sendiri. Dalam hal mengarahkan perkembangan peserta didik, guru tidak boleh melatih peserta didik untuk menjadi passenger, akan tetapi hendaknya guru melatih peserta didik untuk menjadi driver karena hanya seorang yang mampu menjadi driver-lah yang mampu melakukan perubahan, yang mampu melakukan inovasi untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Konon, kata seorang ahli, jika seseorang telah membangkitkan dan mengembangkan 30% dari potensi yang dimilikinya, maka seseorang tersebut menjadi orang yang jenius. Jadi, seorang peserta didik akan menjadi seorang kritis, jenius dan kreatif jika mampu mengembangkan 30% dari potensi yang dimilikinya. Alasan kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Begitu hebatnya perkembangan ilmu biologi dan ilmu ekonomi.[1]

      Selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa fungsi dan tugas utama seorang guru sebagai berikut:

1.   Guru sebagai Educator (pendidik)

        Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama. Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsive terhadap masalah kekinian yang sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. Sebagai evaluator guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.

2.   Guru sebagai fasilitator

        Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Saat ini peran guru di kelas lebih ditekankan sebagai fasilitator pembelajaran. Guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi bagi peserta didik. Hal ini ditegaskan dalam penerapan kurikulum baru (Kur 2013), karena pada kenyataannya di lapangan guru masih seringkali menjadi sumber utama informasi dan pembelajaran cenderung berpusat pada guru. Penekanan bahwa guru sekarang lebih berperan sebagai fasilitator dimaksudkan agar kelas lebih hidup dan bergairah. Peserta didik akan lebih banyak berkegiatan baik secara fisik maupun secara mental. Ini juga otomatis akan membuat pergeseran paradigm mengajar guru dari yang bersifat teacher centred (berpusat pada guru) menjadi student centred(berpusat pada siswa). Praktik pembelajaran dengan melulu ceramah harus mulai digantikan dengan pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Melalui pembelajaran aktif guru dapat berperan sebagai fasilitator. Ia bertugas memfasilitasi pembelajaran yang berlangsung pada diri peserta didik, sehingga mereka memperoleh pengalaman belajar nyata dan otentik. Dengan memfasilitasi pebelajaran, berarti guru berusaha mengajak dan membawa seluruh peserta didik yang ada di kelasnya untuk berpartisipasi. Memfasilitasi pembelajaran bukanlah hal yang gampang jika guru tidak memiliki cukup pemahaman tentang psikologi pendidikan dan berbagai teori pembelajaran berikut model-model dan metode inovatif untuk pengajaran. Pada abad 21 ini, cara-cara lama mengajar guru banyak yang sudah ketinggalan dan terlindas kemajuan.[2]

     Sebenarnya dalam teori pendidikan Barat tugas guru tidak hanya mengaja, mereka juga bertugas mendidik dengan cara selain mengajar, sama saja dengan tugas guru dalam pendidikan Islam. Perbedaannya adalah tugas-tugas Itu dikerjakan mereka untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan keyakinan filsafat mereka tentang manusia, yang baik menurut mereka. Sikap demokratis, sikap terbuka misalnya dibiasakan dan dicontohkan mereka kepada murid. Hal itu kelihatan terutama dalam metode mengajar yang digunakan mereka, juga dalam perilaku guru-guru di barat. Jadi perbedaannya bukan terletak pada tugas guru, melainkan pada system filsafat yang dianut; system filsafat barat memang berbeda dari system filsafat pendidikan muslim. Berdasarkan pemikiran Ahmad Tafsir tersebut memberikan pemahaman bahwa yang membedakan pendidikan dalam pendidikan Islam dengan pendidik dalam pendidikan Barat bukan dari persoalan kegiatan mendidik atau mengajarnya tetapi yang membedakan adalah kandungan nilai-nilai yang ingin dicapai dari proses pendidikannya. Hal ini juga bermakna karena pendidikan Islam kandungan nilai-nilai yang ingin dicapainya adalah nilai-nilai Islam maka tugas pendidikan dalam Islam itu dalam mengajar dan mendidik harus selalu mengacu pada konsep nila-nilai Islam.

      Untuk itu bila tugas pendidik secara umum yang dikutif Ahmad Tafsir dari pendapat Agus Sujono tersebut di akumulasi menjadi tugas pendidik dalam pendidikan Islam kira-kira gambaran tugas pendidikan dalam pendidikan Islam seperti berikut.

Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara dan tetap berlandaskan pada konsep nilai-nilai Islam

Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk sesuai dengan nilai-nilai Islam

1.   Memperlihatkan kepada peserta didik orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam

2.   Mengadakan evaluasi setiap waktu mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik sesuai dengan nilai Islam

3.   Memberikan bmbingan dari penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensi sesuai dengan nilai-nilai Islam.[3]

Pandangan modern seperti yang dikemukakan oleh Adams & Dickey bahwa sesungguhnya peran guru sangat luas, meliputi:

1.   Guru sebagai pengajar. Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam

     sekolah (kelas). Ia menyampaikan pelajaran agar murid memahami

     dengan baik semua pengetahuan yang disampaikan itu

2.   Guru sebagai pembimbing. Guru berkewajiban memberikan bantuan

kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3.   Guru sebagai ilmuan. Guru dipandang sebagai orang yang paling

berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan  pengetahuan yang dimilikinya kepada murid, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus menerus memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya.

4.   Guru sebagai pribadi. Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-

sifat yang disenangi oleh murid-muridnya. Oleh orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan pengajaran secara efektif.

5.   Guru sebagai penghubung. Sekolah berdiri di antara dua lapangan, yakni

di satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus menerus berkembang dengan lajunya, dan dilain pihak ia juga bertugas menampung aspirasi, masalah kebutuhan, minat, dan tuntutan masyarakat. Diantara kedua lapangan iniah sekolah memegang perananannya sebagai penghubung di mana guru berfungsi sebagai pelaksana.

6.   Guru sebagai modernisator. Guru memegang peranan sebagai pembaharu,

oleh karena melalui kegiatan guru penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik dan lain-lain maka akan menanamkan jiwa pembaharuan dikalangan murid.

7.   Guru sebagai pembangun. Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat

degan turut melakukan kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarat itu.[4]

      Dewey mengadakan penelitiannya mengenai  pendidikan di sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan. Kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai gantinya,ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan siswa dalam diskusi dan pemecahan masalahyang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan formulasi-formulasi teori-teori guru tidak boleh membuat penyiksaan fisik yang sewenang-wenang terhadap siswa dan mendoktrinir mereke dengan doktrin-doktrin. Sebab dengan demikian hanya akan menghilangkan kebebasan dalam pelaksanaan pendidikan. Dewey memprotes cara belajar dengan mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Yang penting yakni guru mendampingi siswa dalam beraktivitas dan berdiskusi dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian seorang guru harus berperan sebagai mediator yang membantu proses belajar seorang siswa. Oleh karena itu seorang guru memiliki tugas utama:

1. Guru menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa

menyusun rancangan belajar. Seorang guru memungkinkan siswanya      untuk menjalankan proses belajar atau membentuk pengertiannya sendiri yang perlu diperhatikan disini adalah guru menyediakan pengalaman belajar bagi siswa itu sendiri.

2. Guru memberikan kegiatan-kegiatan yang membangkitkan rasa ingin

tahu siswa dan membantu siswa untuk mengekpresikan gagasan-gagasannya atau mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Dengan kata lain, guru memberi semangat kepada sisiwa untuk berpikir, mencari pengalaman baru. Bahkan guru perlu memberikan pengalaman konflik. Pengalaman konflik yang dimaksudkan yakni pemaparan mengenai sebuah kasus atau persoalan yang perlu dipecahkan sendiri oleh siswa tersebut. Guru harus menyemangati siswa.

3. Guru memonitor atau mengevaluasi apakah proses berpikir siswa dan

Cara mengekpresikan pikiran berhasil atau tidak,Guru mempertanyakan apakah pengetahuan siswa cukup untuk memecahkan persoalan-persoalan yang akan dihadapi. Sangatah penting bahwa seorang guru tidak pernah mengatakan bahwa pandangannya merupakan kebenaran tunggal. Selalu terbuka kemungkinan terhadap perembangan baru. Guru yang baik seharusnya tidak mengajukan solusi yang tunggal tanpa argument terhadap satu ersoalan. Artinya menawarkan jawaban tetapi siswa diminta untuk menemukan jawaban-jawaban alternatif.[5]

     Tugas pendidik (UU No. 20/2003) adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Supardi menyebutkan tugas seorang pendidik terdiri atas beberapa hal berikut yaitu sebagai berikut

1.   Tugas guru sebagai profesi

Tugas ini menuntut kepada guru untuk mengembangkan potensi profesionalisme diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih adalah mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.

2.   Tugas guru di bidang kemanusiaan

Tugas guru di bidang kemanusiaan adalah sebagai orang tua kedua di sekolah. Sebagai orang tua di sekolah. Guru harus tampil sebagai idola yang dapat menarik simpati siswa. Guru harus dapat memotivasi siswanya untuk secara aktif melakukan kegiatan belajar di kelas maupun di luar kelas, serta secara mandiri di rumah.

3.   Tugas guru di bidang kemasyarakatan

Tugas guru di bidang kemasyarakatan adalah mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga Negara yang bertanggungjawab dan menjunjung tinggi nilai moral, sosial maupun keagamaan dan menjadikan anggota masyarakat sebagai insan pembangun. Masyarakat memerlukan sumbangsih guru dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, dan sampai sekarang masih menempatkan guru sebagai sosok yang di depan memberikan teladan, di tengah-tengah membangun dan di belakang memberikan motivasi (ing ngarso sungtulodo, ing mada mangon karso, tut wuri handayani).[6]

        Tugas seorang guru itu mencakup beberapa hal, yaitu sebagai berikut: guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Peters dikutip Sudjana menyebutkan tugas dan tanggung jawab guru yaitu : guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai administrator. Ketiga tugas guru tersebut merupakan tugas pokok profesi guru. Dimana guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas, memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Sedangkan guru sebagai administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. [7]

        Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki idealism tinggi. Pribadi seperti itu berkewajina menjadikan Allah sebagai ikatan. Ia juga harus mematuhi tata aturan dalam hidupnya, melaksanakan norma-norma masyarakat, dan memperbaiki pemahamannya berdasar landasan yang benar. Iniahtugas pendidik dan tujuan dari pendidikan dan pengajarannya. Seperti dketahui, pendidikan memiliki landasan yang selalu disesuaikan dengan orientasi yang adapada masyarakat. Oleh karenanya, bagi masyarakat komunis, misalnya landasan pendidikan terpusat pada materialism, menafikan spritualitas, pengannguran individualism, dan dekontruksi moral. Sementara bagi masyarakat Islam. Landasan pendidikannya didasarkan pada pembentukan aqidah yang benar, percaya diri, dan etika luhur yang mencerminkan hubungan kasih sayang, siswa dengan tuhannya, anatara siswa dengan gurunya,dengan temannya, pegawai di sekolahnya, juga hubungan dengan keluarga.[8]

        Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tugas pokok guru, adalah guru sebagai pendidik, Guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai pengarah, guru sebagai pelatih, guru sebagai penilai dan pengevaluasi dari peserta didik

1.   Guru sebagai pendidik

Guru adalah pendidik yang memiliki tanggung jawab utuh terhadap hasil yang dicapai peserta didik dalam semua aspke, mejadi tokoh, panutan bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung, wibawa, mandiri dan disiplin, guru harus memahami nilai-nilai, norma moral sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut, guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah/madrasah.

2.   Guru sebagai pengajar

Di dalam tugasnya, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuainya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru berperan dalam melakukan transfer ilmu dan nilai sehingga tujuan pendidikan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai.

3.   Guru sebagai pembimbing

   Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggung jawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.

4.   Guru sebagai pengarah

Sebagai pengarah guru harus mampu mengarahkan peserta didik dalam memecahkan permaslahan-permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan terkait studinya maupun kehidupannya yang lebih luas. Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya sehingga peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.

5.   Guru sebagai pelatih

Aspek pendidikan mencakup kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motoric, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalm pembentukan kompetensi dasar sesuia dengan potensi masing-masing peserta didik.

6.   Guru sebagai penilai

Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan timgkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik sebagai sustu proses, penilaian dilaksanakan sengan pinsi-prinsip dan dengan teknik terkait yang susuai. Penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan pelaksanaan dan tindak lanjut. Maka, guru perlu memiliki pemahaman kesiapan, pengetahuan, keterampilam dan sikap yang memidai dalam bidang evaluasi.[9]

     Penulis memahami dalam beberapa pendapat bahwa syarat-syarat menjadi guru itu harus mempunyai legalitas, pengalaman, pengetahuan dan memiliki

sertifikat keguruan.

 



[1] Muhammad Fathurrohman, Belajar dan Pembelajaran Modern, Yogyakarta: Garudhawaca, 2017, hal. 30-32

[2] Hamid Darmadi,  Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, t.k, An1mage, t.t. hal. 64

[3] Halid hanafi, at.al., Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2018, hal. 132-133

[4] Hamid Darmadi,  Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, t.k, An1mage, t.t. hal. 63-64

 

[5] Hamid Darmadi, Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, t.k, An1mage, t.t. hal.2-3

[6] Muhammad Kristiawan, et. Al., Manajemen Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish, 2017, hal. 61-62

[7] Shilphy Afiattresna Octavia, sikap dan Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta: Deepublish, 2019, hal 26.

[8] Muhammad Jameela zeeno, Resep Menjadi pendidik sukses berdasarkan petunjuk al-qur’an & Teladan Nabi Muhammad, Jakarta: Hikmah, T.th.

[9] Shilphy Afiattresna Octavia, sikap dan Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta: Deepublish, 2019, hal. 29-30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar