Kalau kita analogikan dengan mentransfer
uang, maka jumlah uang yang dimiliki oleh seseorang akan menjadi berkurang
bahkan hilang setelah ditransfer pada orang lain. Karena itu kata menstransfer
dalam konteks ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan, seperti
menyebarluaskan atau memindahkan api. Ketika api dipindahkan atau
disebarluaskan, maka api itu tidaklah menjadi kecil akan tetapi semakin
membesar. Untuk proses mengajar, sebagai proses menyampaikan pengetahuan akan
lebih tepat jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang
dikemukakan smith dalam Saylor dkk, bahwa mengajar adalah menanamkan
pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge or skill).
Menurut kajian Nasution, terdapat dua pengertian mangajar atau pengajaran.
Pertama, mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada peserta didik, dengan
tujuan agar pengetahuan tersebut dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta
didik. Mengajar tipe ini dianggap berhasil apabila peserta didik mampu
menguasai pengetahuan yang ditransfer oleh pendidik sebanyak-banyaknya. kedua,
mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada pesrta didik. Definisi yang
kedua ini intinya sama dengan definisi yang pertama yang hanya menekankan pada
keaktifan pendidik sedangkan peseta didik hanya pasif. Jadi intinya definisi
pengajaran adalah proses transfer knowledge yang dilakukan oleh pendidik
kepada peserta didik.
Pada
era modern ini, perspektif mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu
pengetahuan itu dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Hal tersebut
dikarenakan tiga alasan penting. Alasan inilah yang kemudian menuntut perlu
terjadinya perubahan paradigm mengajar dari mengajar hanya sebatas menyampaikan
materi pelajaran kepada mengajar sebagai proses mengatur lingkungan. Alasan
pertama, peserta didik bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi mereka
adalah oranisme yang sedang berkembang. Agar dapat melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing
peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itulah,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi yang
memungkinkan setiap peserta didik dapat dengan mudah mendapatkan berbagai
informasi, tugas dan tanggung jawab guru bukan semakin sempit akan tetapi
justru semakin kompleks. Guru bukan saja dituntut untuk lebih aktif mencari
informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga harus mampu menyeleksi berbagai
informasi, sehingga dapat menunjukan pada peserta didik informasi yang dianggap
perlu dan penting untuk kehidupan peserta didik. Guru harus menjaga peserta
didik agar tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang dapat menyesatkan dan
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, supaya mampu
mengembangkan potensi dengan baik dan benar. Karena itulah, kemajuan teknologi
menuntut perubahan peran guru. Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumbe belajar
yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai
pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan peserta didik itu sendiri. Dalam
hal mengarahkan perkembangan peserta didik, guru tidak boleh melatih peserta
didik untuk menjadi passenger, akan tetapi hendaknya guru melatih
peserta didik untuk menjadi driver karena hanya seorang yang mampu
menjadi driver-lah yang mampu melakukan perubahan, yang mampu melakukan inovasi
untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Konon, kata seorang ahli,
jika seseorang telah membangkitkan dan mengembangkan 30% dari potensi yang
dimilikinya, maka seseorang tersebut menjadi orang yang jenius. Jadi, seorang
peserta didik akan menjadi seorang kritis, jenius dan kreatif jika mampu
mengembangkan 30% dari potensi yang dimilikinya. Alasan kedua, ledakan ilmu
pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat
menguasai setiap cabang keilmuan. Begitu hebatnya perkembangan ilmu biologi dan
ilmu ekonomi.[1]
Selain
sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa fungsi
dan tugas utama seorang guru sebagai berikut:
1. Guru sebagai Educator (pendidik)
Tugas
pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang
diberikan kepadanya. Sebagai seorang educator, ilmu adalah syarat utama.
Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsive terhadap
masalah kekinian yang sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru. Ini
berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian akan
memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. Sebagai evaluator guru berperan untuk
mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah
dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator.
Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum.
Kedua, menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang
telah diprogramkan.
2.
Guru sebagai fasilitator
Sebagai
fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan
mengembangkan bakatnya secara pesat. Saat ini peran guru di kelas lebih
ditekankan sebagai fasilitator pembelajaran. Guru bukan lagi sebagai
satu-satunya sumber informasi bagi peserta didik. Hal ini ditegaskan dalam
penerapan kurikulum baru (Kur 2013), karena pada kenyataannya di lapangan guru
masih seringkali menjadi sumber utama informasi dan pembelajaran cenderung
berpusat pada guru. Penekanan bahwa guru sekarang lebih berperan sebagai
fasilitator dimaksudkan agar kelas lebih hidup dan bergairah. Peserta didik
akan lebih banyak berkegiatan baik secara fisik maupun secara mental. Ini juga
otomatis akan membuat pergeseran paradigm mengajar guru dari yang bersifat
teacher centred (berpusat pada guru) menjadi student centred(berpusat pada
siswa). Praktik pembelajaran dengan melulu ceramah harus mulai digantikan
dengan pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Melalui pembelajaran aktif guru
dapat berperan sebagai fasilitator. Ia bertugas memfasilitasi pembelajaran yang
berlangsung pada diri peserta didik, sehingga mereka memperoleh pengalaman
belajar nyata dan otentik. Dengan memfasilitasi pebelajaran, berarti guru
berusaha mengajak dan membawa seluruh peserta didik yang ada di kelasnya untuk
berpartisipasi. Memfasilitasi pembelajaran bukanlah hal yang gampang jika guru
tidak memiliki cukup pemahaman tentang psikologi pendidikan dan berbagai teori
pembelajaran berikut model-model dan metode inovatif untuk pengajaran. Pada
abad 21 ini, cara-cara lama mengajar guru banyak yang sudah ketinggalan dan
terlindas kemajuan.[2]
Sebenarnya
dalam teori pendidikan Barat tugas guru tidak hanya mengaja, mereka juga bertugas
mendidik dengan cara selain mengajar, sama saja dengan tugas guru dalam
pendidikan Islam. Perbedaannya adalah tugas-tugas Itu dikerjakan mereka untuk
mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan keyakinan filsafat mereka tentang
manusia, yang baik menurut mereka. Sikap demokratis, sikap terbuka misalnya
dibiasakan dan dicontohkan mereka kepada murid. Hal itu kelihatan terutama
dalam metode mengajar yang digunakan mereka, juga dalam perilaku guru-guru di
barat. Jadi perbedaannya bukan terletak pada tugas guru, melainkan pada system
filsafat yang dianut; system filsafat barat memang berbeda dari system filsafat
pendidikan muslim. Berdasarkan pemikiran Ahmad Tafsir tersebut memberikan
pemahaman bahwa yang membedakan pendidikan dalam pendidikan Islam dengan pendidik
dalam pendidikan Barat bukan dari persoalan kegiatan mendidik atau mengajarnya
tetapi yang membedakan adalah kandungan nilai-nilai yang ingin dicapai dari
proses pendidikannya. Hal ini juga bermakna karena pendidikan Islam kandungan
nilai-nilai yang ingin dicapainya adalah nilai-nilai Islam maka tugas
pendidikan dalam Islam itu dalam mengajar dan mendidik harus selalu mengacu
pada konsep nila-nilai Islam.
Untuk
itu bila tugas pendidik secara umum yang dikutif Ahmad Tafsir dari pendapat
Agus Sujono tersebut di akumulasi menjadi tugas pendidik dalam pendidikan Islam
kira-kira gambaran tugas pendidikan dalam pendidikan Islam seperti berikut.
Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik
dengan berbagai cara dan tetap berlandaskan pada konsep nilai-nilai Islam
Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang
baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk sesuai dengan nilai-nilai
Islam
1.
Memperlihatkan kepada peserta didik orang dewasa dengan
cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik
memilihnya dengan tepat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam
2.
Mengadakan evaluasi setiap waktu mengetahui apakah
perkembangan anak didik berjalan dengan baik sesuai dengan nilai Islam
3.
Memberikan bmbingan dari penyuluhan tatkala anak didik
menemui kesulitan dalam mengembangkan potensi sesuai dengan nilai-nilai Islam.[3]
Pandangan modern seperti yang dikemukakan oleh Adams
& Dickey bahwa sesungguhnya peran guru sangat luas, meliputi:
1. Guru sebagai pengajar. Guru
bertugas memberikan pengajaran di dalam
sekolah
(kelas). Ia menyampaikan pelajaran agar murid memahami
dengan
baik semua pengetahuan yang disampaikan itu
2. Guru sebagai pembimbing. Guru
berkewajiban memberikan bantuan
kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya
sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri dan menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
3. Guru sebagai ilmuan. Guru
dipandang sebagai orang yang paling
berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada murid,
tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus menerus
memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya.
4. Guru sebagai pribadi. Sebagai
pribadi setiap guru harus memiliki sifat-
sifat yang disenangi oleh murid-muridnya. Oleh orang tua,
dan oleh masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat
melaksanakan pengajaran secara efektif.
5. Guru sebagai penghubung. Sekolah
berdiri di antara dua lapangan, yakni
di satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan
ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus menerus berkembang dengan lajunya,
dan dilain pihak ia juga bertugas menampung aspirasi, masalah kebutuhan, minat,
dan tuntutan masyarakat. Diantara kedua lapangan iniah sekolah memegang
perananannya sebagai penghubung di mana guru berfungsi sebagai pelaksana.
6. Guru sebagai modernisator. Guru
memegang peranan sebagai pembaharu,
oleh karena melalui kegiatan guru penyampaian ilmu dan
teknologi, contoh-contoh yang baik dan lain-lain maka akan menanamkan jiwa
pembaharuan dikalangan murid.
7. Guru sebagai pembangun. Sekolah
turut serta memperbaiki masyarakat
degan turut melakukan kegiatan pembangunan yang sedang
dilaksanakan oleh masyarat itu.[4]
Dewey
mengadakan penelitiannya mengenai
pendidikan di sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam
praktek di sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses
pendidikan tradisional yang mengandalkan. Kemampuan mendengar dan menghafal.
Sebagai gantinya,ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan siswa
dalam diskusi dan pemecahan masalahyang dihadapi, dari pada mengisinya secara
sarat dengan formulasi-formulasi teori-teori guru tidak boleh membuat
penyiksaan fisik yang sewenang-wenang terhadap siswa dan mendoktrinir mereke
dengan doktrin-doktrin. Sebab dengan demikian hanya akan menghilangkan
kebebasan dalam pelaksanaan pendidikan. Dewey memprotes cara belajar dengan
mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Yang penting yakni guru
mendampingi siswa dalam beraktivitas dan berdiskusi dalam menyelesaikan
masalah. Dengan demikian seorang guru harus berperan sebagai mediator yang
membantu proses belajar seorang siswa. Oleh karena itu seorang guru memiliki
tugas utama:
1. Guru menyediakan pengalaman
belajar yang memungkinkan siswa
menyusun rancangan belajar. Seorang guru
memungkinkan siswanya untuk
menjalankan proses belajar atau membentuk pengertiannya sendiri yang perlu
diperhatikan disini adalah guru menyediakan pengalaman belajar bagi siswa itu
sendiri.
2. Guru memberikan kegiatan-kegiatan
yang membangkitkan rasa ingin
tahu siswa dan membantu siswa
untuk mengekpresikan gagasan-gagasannya atau mengkomunikasikan ide ilmiah
mereka. Dengan kata lain, guru memberi semangat kepada sisiwa untuk berpikir,
mencari pengalaman baru. Bahkan guru perlu memberikan pengalaman konflik.
Pengalaman konflik yang dimaksudkan yakni pemaparan mengenai sebuah kasus atau
persoalan yang perlu dipecahkan sendiri oleh siswa tersebut. Guru harus
menyemangati siswa.
3. Guru memonitor atau mengevaluasi
apakah proses berpikir siswa dan
Cara mengekpresikan pikiran berhasil atau
tidak,Guru mempertanyakan apakah pengetahuan siswa cukup untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang akan dihadapi. Sangatah penting bahwa seorang guru
tidak pernah mengatakan bahwa pandangannya merupakan kebenaran tunggal. Selalu
terbuka kemungkinan terhadap perembangan baru. Guru yang baik seharusnya tidak
mengajukan solusi yang tunggal tanpa argument terhadap satu ersoalan. Artinya
menawarkan jawaban tetapi siswa diminta untuk menemukan jawaban-jawaban alternatif.[5]
Tugas pendidik
(UU No. 20/2003) adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi. Supardi menyebutkan tugas seorang pendidik terdiri atas
beberapa hal berikut yaitu sebagai berikut
1. Tugas guru sebagai profesi
Tugas ini menuntut kepada guru untuk mengembangkan
potensi profesionalisme diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai
profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik.
Tugas guru sebagai pelatih adalah mengembangkan keterampilan dan menerapkannya
dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
2. Tugas guru di bidang kemanusiaan
Tugas guru di bidang kemanusiaan adalah sebagai orang tua
kedua di sekolah. Sebagai orang tua di sekolah. Guru harus tampil sebagai idola
yang dapat menarik simpati siswa. Guru harus dapat memotivasi siswanya untuk
secara aktif melakukan kegiatan belajar di kelas maupun di luar kelas, serta
secara mandiri di rumah.
3. Tugas guru di bidang
kemasyarakatan
Tugas guru di bidang kemasyarakatan adalah mendidik dan
mengajar masyarakat untuk menjadi warga Negara yang bertanggungjawab dan
menjunjung tinggi nilai moral, sosial maupun keagamaan dan menjadikan anggota
masyarakat sebagai insan pembangun. Masyarakat memerlukan sumbangsih guru dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, dan
sampai sekarang masih menempatkan guru sebagai sosok yang di depan memberikan
teladan, di tengah-tengah membangun dan di belakang memberikan motivasi (ing
ngarso sungtulodo, ing mada mangon karso, tut wuri handayani).[6]
Tugas
seorang guru itu mencakup beberapa hal, yaitu sebagai berikut: guru memiliki
tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut
meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan. Tugas
guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan melatih
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Peters dikutip
Sudjana menyebutkan tugas dan tanggung jawab guru yaitu : guru sebagai
pengajar, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai administrator. Ketiga tugas
guru tersebut merupakan tugas pokok profesi guru. Dimana guru sebagai pengajar
lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran.
Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas, memberikan bantuan kepada
siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Sedangkan guru sebagai
administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara pengajaran dan
ketatalaksanaan pada umumnya. [7]
Tujuan
pendidikan dan pengajaran adalah menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki
idealism tinggi. Pribadi seperti itu berkewajina menjadikan Allah sebagai
ikatan. Ia juga harus mematuhi tata aturan dalam hidupnya, melaksanakan
norma-norma masyarakat, dan memperbaiki pemahamannya berdasar landasan yang
benar. Iniahtugas pendidik dan tujuan dari pendidikan dan pengajarannya. Seperti
dketahui, pendidikan memiliki landasan yang selalu disesuaikan dengan orientasi
yang adapada masyarakat. Oleh karenanya, bagi masyarakat komunis, misalnya
landasan pendidikan terpusat pada materialism, menafikan spritualitas,
pengannguran individualism, dan dekontruksi moral. Sementara bagi masyarakat Islam.
Landasan pendidikannya didasarkan pada pembentukan aqidah yang benar, percaya
diri, dan etika luhur yang mencerminkan hubungan kasih sayang, siswa dengan
tuhannya, anatara siswa dengan gurunya,dengan temannya, pegawai di sekolahnya,
juga hubungan dengan keluarga.[8]
Menurut
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tugas pokok
guru, adalah guru sebagai pendidik, Guru sebagai pengajar, guru sebagai
pembimbing, guru sebagai pengarah, guru sebagai pelatih, guru sebagai penilai
dan pengevaluasi dari peserta didik
1.
Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik yang memiliki tanggung
jawab utuh terhadap hasil yang dicapai peserta didik dalam semua aspke, mejadi
tokoh, panutan bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus
mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung, wibawa,
mandiri dan disiplin, guru harus memahami nilai-nilai, norma moral sosial,
serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut,
guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses
pembelajaran di sekolah/madrasah.
2.
Guru sebagai pengajar
Di dalam tugasnya, guru membantu peserta
didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum
diketahuainya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang
dipelajari. Guru berperan dalam melakukan transfer ilmu dan nilai sehingga
tujuan pendidikan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai.
3.
Guru sebagai pembimbing
Guru
sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggung jawab. Sebagai
pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu
perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk
perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
peserta didik.
4.
Guru sebagai pengarah
Sebagai pengarah guru harus mampu mengarahkan
peserta didik dalam memecahkan permaslahan-permasalahan yang dihadapi,
mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan terkait studinya
maupun kehidupannya yang lebih luas. Guru juga dituntut untuk mengarahkan
peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya sehingga peserta didik dapat
membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di
masyarakat.
5.
Guru sebagai pelatih
Aspek pendidikan mencakup kognitif, afektif
dan psikomotorik, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan
latihan keterampilan, baik intelektual maupun motoric, sehingga menuntut guru
untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalm
pembentukan kompetensi dasar sesuia dengan potensi masing-masing peserta didik.
6.
Guru sebagai penilai
Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian,
karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau
proses untuk menentukan timgkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik
sebagai sustu proses, penilaian dilaksanakan sengan pinsi-prinsip dan dengan
teknik terkait yang susuai. Penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang
jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan pelaksanaan dan tindak lanjut.
Maka, guru perlu memiliki pemahaman kesiapan, pengetahuan, keterampilam dan
sikap yang memidai dalam bidang evaluasi.[9]
Penulis
memahami dalam beberapa pendapat bahwa syarat-syarat menjadi guru itu harus
mempunyai legalitas, pengalaman, pengetahuan dan memiliki
sertifikat keguruan.
[1] Muhammad
Fathurrohman, Belajar dan Pembelajaran Modern, Yogyakarta: Garudhawaca,
2017, hal. 30-32
[2]
Hamid Darmadi, Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, t.k,
An1mage, t.t. hal. 64
[3] Halid hanafi, at.al.,
Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Deepublish, 2018, hal. 132-133
[4]
Hamid Darmadi, Pengantar Pendidikan Era Globalisasi, t.k,
An1mage, t.t. hal. 63-64
[5]
Hamid Darmadi, Pengantar
Pendidikan Era Globalisasi, t.k, An1mage, t.t. hal.2-3
[6] Muhammad
Kristiawan, et. Al., Manajemen Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish, 2017,
hal. 61-62
[7] Shilphy
Afiattresna Octavia, sikap dan Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta:
Deepublish, 2019, hal 26.
[8] Muhammad
Jameela zeeno, Resep Menjadi pendidik sukses berdasarkan petunjuk al-qur’an
& Teladan Nabi Muhammad, Jakarta: Hikmah, T.th.
[9]
Shilphy
Afiattresna Octavia, sikap dan Kinerja Guru Profesional, Yogyakarta:
Deepublish, 2019, hal. 29-30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar